Sore itu, aroma kopi menyeruak pelan di salah satu sudut rumah makan di kawasan Simpang By Pass Manggis, Kota Bukittinggi. Selasa petang terasa istimewa. (17/6/2025)
Bukan karena acara resmi atau seremoni besar, melainkan karena hangatnya diskusi ringan yang tercipta di meja sederhana, ditemani secangkir kopi dan tawa bersahaja. Di antara hiruk-pikuk kota yang tak pernah benar-benar sepi, H. Shabirin Rachmad, S.Sos Anggota DPRD Bukittinggi yang akrab dengan rakyat kecil, terlihat duduk santai bersama dua sosok penting dari Nagari Kurai, Inyiak Datuk Garang, pangulu pucuak suku Koto, dan Bang Boy, tokoh muda yang kini dikenal sebagai Parik Paga Nagari.

Tidak ada protokoler. Tidak ada panggung atau pengeras suara. Hanya obrolan hangat yang mengalir jujur, tentang Bukittinggi, tentang harapan, dan tentang Nagari Kurai yang dicintai bersama.
Obrolan, Bukan Sekadar Basa-Basi
Diskusi yang berlangsung sore itu tidak hanya membahas nostalgia atau kenangan lama. Sebaliknya, obrolan berkembang menjadi ruang pertukaran ide. Inyiak Datuk Garang, dengan kebijaksanaan adatnya, menyoroti pentingnya menjaga nilai kebersamaan dan saling membantu di tengah perubahan zaman.
Bang Boy menambahkan pentingnya peran generasi muda dalam membawa semangat baru untuk pembangunan nagari. Meski dimulai dari secangkir kopi, percakapan sore itu menyentuh hal-hal besar, pendidikan, ekonomi nagari, hingga bagaimana menyatukan langkah antar generasi.
“Kebersamaan dan kepedulian adalah kekuatan terbesar kita,” ujar Inyiak Datuk Garang, sambil mengangguk mantap.
Dari Cangkir Kecil, Lahir Harapan Besar
Pertemuan ini mungkin terlihat sederhana, tidak lebih dari tiga orang yang duduk dan berbicara santai. Namun, dalam kesederhanaan itu justru muncul harapan. Sebuah gagasan bahwa Bukittinggi dan Nagari Kurai bisa tumbuh lebih baik bukan hanya lewat proyek besar atau janji kampanye, melainkan dari hati yang peduli dan telinga yang mau mendengar. Ngopi mungkin hal kecil, tapi sore itu, dari cangkir kecil itu lahir semangat besar, untuk terus terhubung, saling menguatkan, dan membangun kampung halaman dengan cinta.
Shabirin dan Jalan Sunyinya yang Ramai
Di usianya yang telah menginjak 60 tahun, Shabirin tetap tampil sederhana. Ia dikenal sebagai sosok politisi yang lebih suka berjalan kaki menyapa pedagang pasar, bercanda dengan sopir angkot, atau menyeruput kopi di warung sembari mendengar keluhan petani.
Ia tak asing bagi banyak warga Bukittinggi, bukan karena jabatannya, tetapi karena kehadirannya yang nyata di tengah masyarakat.“Masyarakat adalah kehidupan. Saya ingin bercampur dengan warga. Itulah yang menjadi kebiasaan,” ujarnya, sambil tersenyum ringan.
Kesederhanaan itulah yang membuat banyak orang merasa nyaman di dekatnya. Tak hanya dikenal sebagai politisi, Sabhirin adalah teman bagi banyak orang. Ketika ada yang sakit, kesulitan, atau butuh tempat berkeluh kesah, Sabhirin adalah salah satu yang paling dulu hadir.
*Humas DPRD