Dokumentasi Bagian Persidangan & PerUndang-undangan.
Reses Anggota DPRD Kota Bukittinggi Dapil Mandiangin Koto Selayan Masa Sidang III Tahun 2024-2025, Jumat, 01 Agustus 2025.
Humas DPRD — Enam orang anggota DPRD Kota Bukittinggi dari Daerah Pemilihan (Dapil) Mandiangin Koto Selayan (MKS) melaksanakan kegiatan reses Masa Sidang III Tahun 2024/2025, bertempat di halaman Kantor Camat MKS. Kegiatan ini merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi representasi anggota dewan untuk menjaring aspirasi masyarakat pada hari Jumat, 1 Agustus 2025. Hadir dalam kegiatan ini OPD yang terkait, Camat, Lurah, RT.RW, Tokoh masyarakat, Ketua Pemuda, Bundo Kanduang, kader kader simpatisan daerah pemilihan, dan Tim Pendamping Sekretariat DPRD Kota Bukittinggi serta media cetak maupun online.
Adapun anggota DPRD yang hadir dalam kegiatan tersebut adalah:
Yundri Refno Putra, S.T. (Fraksi Gerindra)
Neni Anita, S.H. (Fraksi NasDem)
Berliana Betris, S.IP. (Fraksi Golkar)
Dede Suriady Harahap (Fraksi PAN)
Apt. Linda Wardiyanti, S.Farm. (Fraksi PKS)
Dedi Fatria, S.H., M.H. (Fraksi PPP)




Beberapa isu strategis yang menjadi perhatian utama warga dalam kegiatan ini antara lain menyangkut sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), pelayanan program Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS, pembaruan dan validasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), serta kejelasan status kepemilikan objek wisata berbasis adat di wilayah Kota Bukittinggi.
Aspirasi Masyarakat: Pendidikan, Kesehatan, dan Validasi Data Sosial
Dalam bidang pendidikan, warga menyoroti perlunya sosialisasi regulasi PPDB secara lebih luas, khususnya terkait mekanisme zonasi dan keterbatasan daya tampung sekolah negeri. Terkait sektor kesehatan, masyarakat mengharapkan adanya informasi yang lebih transparan dan merata apabila terjadi perubahan dalam sistem pelayanan BPJS.
Sementara itu, aspirasi juga datang terkait proses pemutakhiran DTKS. Sejumlah warga menyampaikan keresahan atas ketidaktahuan mereka mengenai perubahan status sebagai penerima bantuan sosial, serta pentingnya pelibatan RT/RW dan kelurahan dalam proses verifikasi lapangan.
Kepemilikan Objek Wisata: Perlu Dialog antara Pemerintah dan Unsur Adat




Isu yang paling menonjol dalam kegiatan reses ini adalah terkait kejelasan status kepemilikan salah satu objek wisata lokal, yakni kawasan Panorama Baru. Masyarakat menyatakan bahwa kawasan tersebut memiliki latar historis dan kultural yang lekat dengan komunitas adat, sehingga diperlukan klarifikasi dan penegasan hak pengelolaan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
Menanggapi hal tersebut, Dedi Fatria, S.H., M.H. dari Fraksi PPP menyampaikan bahwa pemerintah kota sepatutnya menempatkan diri sebagai mitra kolaboratif dalam pengelolaan kawasan wisata adat.
> “Objek wisata yang tumbuh dari komunitas adat tetap bagian dari identitas kota. Pemerintah Kota sebaiknya membangun kerja sama yang saling menghormati dengan pihak-pihak adat dan pemangku sejarah. Hal ini penting agar pengelolaan wisata tidak menimbulkan polemik atau ketimpangan persepsi di tengah masyarakat,” ujarnya.

Pernyataan tersebut memperoleh dukungan dari sejumlah peserta yang hadir, yang pada prinsipnya perlunya sinergi antara Pemerintah Kota, lembaga adat, dan masyarakat merupakan prasyarat utama untuk menciptakan pengelolaan objek wisata yang berkelanjutan, adil, dan berbasis kearifan lokal.
*(RSP)